Now | Dalam perjalanannya ke Beijing pada Rabu, 16 Juli 2025, Huang ditanya seorang jurnalis: "Jika Anda adalah versi Jensen yang berusia 22 tahun [yang] baru saja lulus hari ini di tahun 2025 tetapi dengan ambisi yang sama, apa yang akan Anda fokuskan?"
Menanggapi hal itu, Huang menjawab: "Untuk Jensen yang masih muda, berusia 20 tahun, yang sudah lulus sekarang, dia mungkin akan lebih memilih ... ilmu fisika daripada ilmu perangkat lunak."
Huang menyebut dirinya lulus kuliah dua tahun lebih awal, pada usia 20 tahun. Ia memperoleh gelar sarjana teknik elektro dari Oregon State University, Amerika Serikat, pada 1984. Lalu pada 1992, gelar master teknik elektro ia raih dari Stanford University, menurut profil LinkedIn-nya.
Setahun kemudian, pada April 1993, Huang mendirikan Nvidia bersama rekan insinyurnya, Chris Malachowsky dan Curtis Priem, sembari makan malam di restoran Denny’s di San Jose, California. Di bawah kepemimpinan Huang sebagai CEO, produsen cip tersebut kini telah menjadi perusahaan paling bernilai di dunia.
Nvidia juga menjadi perusahaan pertama di dunia yang mencapai kapitalisasi pasar USD 4 triliun pekan lalu.
Huang tak menjelaskan mengapa ia mengatakan akan mempelajari ilmu fisika jika ia menjadi mahasiswa lagi saat ini.
Namun, jawaban Huang soal fisika berkebalikan dengan pendapatnya tahun lalu. Huang berpendapat agar milenial dan Gen Z sebaliknya menyudahi belajar coding dan segera pindah haluan ke bidang pertanian, biologi, manufaktur, serta pendidikan.
Artikel soal itu bisa dibaca di Breedie.com

Kini, dilansir dari CNBC, Huang sepertinya sangat optimis terhadap "AI Fisik" atau apa yang ia sebut sebagai "gelombang berikutnya"
April lalu, saat berbicara di di The Hill & Valley Forum di Washington DC, Huang menyebut selama satu setengah dekade terakhir, dunia telah bergerak melalui beberapa fase kecerdasan buatan.
"AI modern baru benar-benar muncul sekitar 12 hingga 14 tahun yang lalu, ketika AlexNet muncul dan visi komputer mengalami terobosan besar," ujarnya.
AlexNet merujuk pada model komputer yang diluncurkan selama kompetisi tahun 2012 yang menunjukkan kemampuan mesin untuk mengenali gambar menggunakan pembelajaran mendalam, membantu memicu ledakan AI modern.
"Gelombang pertama ini disebut 'AI Persepsi'," kata Huang.
Kemudian, muncul gelombang kedua yang disebut "AI Generatif", di mana model AI telah belajar memahami makna informasi tetapi juga menerjemahkannya ke dalam berbagai bahasa, gambar, kode, dan banyak lagi.
“Kita sekarang berada di era yang disebut 'AI Penalaran'... di mana kini ada AI yang mampu memahami, menghasilkan, [dan] memecahkan masalah, serta mengenali kondisi yang belum pernah kita lihat sebelumnya,” ujarnya. Kecerdasan buatan, dalam bentuknya saat ini, dapat memecahkan masalah menggunakan penalaran.
“AI penalaran memungkinkan kita menghasilkan semacam robot digital. Kami menyebutnya AI agen,” ujar Huang. Agen AI ini pada dasarnya adalah “robot tenaga kerja digital” yang mampu bernalar, tambahnya. Saat ini, agen AI menjadi fokus utama banyak perusahaan teknologi, seperti Microsoft dan Salesforce .
Gelombang berikutnya adalah 'AI Fisik'.
"Gelombang berikutnya mengharuskan kita memahami hal-hal seperti hukum fisika, gesekan, inersia, sebab dan akibat,” kata Huang.
Kemampuan penalaran fisik, kata dia, seperti konsep kekekalan objek — atau fakta bahwa objek tetap ada meskipun tidak terlihat — akan menjadi hal penting dalam fase kecerdasan buatan berikutnya.
Penerapan penalaran fisik meliputi memprediksi hasil, seperti di mana bola akan menggelinding, memahami seberapa besar gaya yang dibutuhkan untuk mencengkeram suatu objek tanpa merusaknya, dan menyimpulkan keberadaan pejalan kaki di belakang mobil.
"Dan ketika Anda mengambil AI Fisik itu dan kemudian memasukkannya ke dalam objek fisik yang disebut robot, Anda mendapatkan robotika. Ini sangat, sangat penting bagi kami sekarang, karena kami sedang membangun pabrik di seluruh Amerika Serikat."
"Jadi harapannya, dalam 10 tahun ke depan, seiring kita membangun pabrik dan pabrik generasi baru ini, semuanya sangat robotik dan membantu kita mengatasi kekurangan tenaga kerja parah yang terjadi di seluruh dunia."*