KKR Aceh Luncurkan 'Peulara Damee', Laporan Temuan Pelanggaran HAM Versi Bahasa Inggris

'Peulara Damee' memuat hasil pengumpulan 5.195 testimoni korban dan saksi, pendokumentasian empat kasus pelanggaran HAM berat

· 2 menit untuk membaca
KKR Aceh Luncurkan 'Peulara Damee', Laporan Temuan Pelanggaran HAM Versi Bahasa Inggris
Sekda Aceh M Nasir (kiri) menerima buku Peulara Damee dari Ketua KKR Aceh Masthur Yahya didampingi eks Ketua KKR Aceh Afridal Darmi. (Istimewa)

Now | Banda Aceh - Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi atau KKR meluncurkan laporan temuan bertajuk Peulara Damee– Nurturing Peace versi bahasa Inggris, pada Kamis lalu, 14 Agustus 2025, di The Pade Hotel, Banda Aceh.

Laporan yang telah disahkan secara resmi dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Aceh pada 2023, itu memuat temuan komprehensif tentang pelanggaran hak asasi manusia atau HAM sepanjang sejarah konflik di Aceh. Selain itu, memuat perjalanan panjang korban dalam mencari kebenaran, keadilan, dan pemulihan.

'Peulara Damee' memuat hasil pengumpulan 5.195 testimoni korban dan saksi, pendokumentasian empat kasus pelanggaran HAM berat: Tragedi Simpang KKA, Rumoh Geudong, Jambo Keupok, dan Timang Gajah. Ada juga temuan mengenai pola pelanggaran yang dialami kelompok rentan, termasuk perempuan dan anak.

Peluncuran itu disebut menjadi tonggak penting, tidak hanya sebagai bentuk akuntabilitas kepada masyarakat Aceh dan Indonesia, tetapi juga sebagai upaya membuka ruang dialog di tingkat internasional.

Dengan tersedianya versi bahasa Inggris, laporan itu diharapkan bisa diakses luas oleh komunitas internasional, peneliti, pembuat kebijakan, dan lembaga HAM.

KKR Aceh juga memberikan serangkaian rekomendasi mencakup reparasi, penegakan hukum, pengungkapan kebenaran, dan jaminan ketidakberulangan pelanggaran di masa depan.

Sekretaris Daerah Aceh M Nasir mengatakan laporan itu catatan sejarah penting tak hanya bagi Aceh, tapi juga pembelajaran berharga bagi dunia.

Momentum ini jadi pengingat bahwa perdamaian Aceh yang telah bertahan selama 20 tahun –terlama dalam rangkaian sejarah parang di Aceh– sebagai capaian yang sangat berharga.

"Momentum ini harus terus dijaga melalui upaya peacebuilding, pemulihan korban, dan pencegahan konflik agar tak terulang di masa depan," kata Nasir dikutip dari keterangan tertulis, Senin, 18 Agustus 2025.

Pemerintah Aceh, kata dia, berkomitmen menindaklanjuti rekomendasi KKR Aceh sebagai bagian dari agenda pembangunan inklusif.

"Serta memastikan bahwa transisi keadilan menjadi landasan perdamaian berkelanjutan."

Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Kebenaran, Keadilan dan Reparasi, Bernard Duhaime di bagian pembuka laporan mengapresiasi kerja luar biasa KKR Aceh, sebagai satu-satunya komisi kebenaran formal yang didirkan dalam kerangka keadilan transisi di Indonesia.

"Momentum ini merupakan jembatan menuju keterlibatan yang lebih dalam dalam transformasi komprehensif yang dibutuhkan oleh perdamaian yang berkelanjutan,” kata Bernard dalam sambutannya melalui daring.

Ia menekankan kesaksian dan rekomendasi yang diuraikan mewakili penghormatan terhadap keberanian para korban maupun peta jalan untuk tindakan berkelanjutan.

Bernard secara khusus menekankan menekankan kontribusi luar biasa dari aktor masyarakat sipil, karena tanpa advokasi dan komitmen yang tak kenal lelah dari mereka, KKR tidak akan terwujud.

Ketua KKR Aceh 2016-2021 Afridal Darmi menggarisbawahi dimensi harapan dan kenyataan yang dihadapi korban. 'Peulara Damee' tak hanya tentang catatan penderitaan, tetapi juga daya tahan korban mempertahankan memori mereka.

Afridal menekankan pentingnya melihat laporan itu sebagai bagian dari proses panjang membangun pondasi perdamaian yang berkeadilan. Saat MoU Helsinki disepakati, korban punya harapan besar terhadap mekanisme keadilan transisi yang dijanjikan. Namun, pelaksanaannya ternyata berjalan lambat.

Menurutnya, tantangan utama terletak pada political will pemerintah untuk menindaklanjuti rekomendasi secara konkret.

"Kita tidak bisa membiarkan laporan ini berhenti sebagai dokumen. Ia harus hidup di ruang publik, menjadi panduan bagi kebijakan, dan menjadi suara yang terus mengingatkan kita akan janji-janji perdamaian."

Ketua KKR Aceh 2021-2026 Masthur Yahya menekankan peluncuran versi bahasa Inggris merupakan langkah strategis memastikan pesan dan pelajaran dari Aceh dapat menjangkau dunia.

"Laporan ini bukanlah penutup, melainkan pijakan untuk mendorong aksi nyata. Versi bahasa Inggris akan menjadi jembatan, menghubungkan pengalaman Aceh dengan gerakan global untuk keadilan dan perdamaian."

Peluncuran laporan Peulara Damee – Nurturing Peace turut menghadirkan penanggap dari berbagai lembaga dan badan internasional. Mereka menegaskan keberhasilan perdamaian Aceh sangat bergantung pada integrasi pilar-pilar keadilan transisi. Mereka adalah Penasihat Khusus Sekjen PBB Mô Bleeker, mantan Komisioner KKR Thailand Somchai Homlaor, mantan Pelapor Khusus PBB untuk IDPs Atty Cecilia Jimenez, mantan Komisioner Reparasi Sri Lanka Sumithra Sellathamby, Joaquim A Fonseca dari Kelompok Kerja Rekonsiliasi, Centro Nacional Chega (CNC) Timor-Leste, dan Pakar Keadilan Transisional Internasional Patrick Burgess.*